Pengesahan RUU Keinsinyuran
Disahkannya Undang-Undang Keinsinyuran oleh pemerintah dan DPR bukanlah egoisme dari para insinyur Indonesia, akan tetapi UU itu merupakan salah satu kebutuhan bangsa Indonesia. Pasalnya, sumber daya alam bukan lagi sebagai faktor utama pemicu pertumbuhan ekonomi, akan tetapi knowledge yang didapat dari sumber daya manusia. Apalagi, insinyur dipandang sebagai profesi yang dapat memberikan nilai tambah dan inovasi terhadap segala jenis industri yang ada.
Demikian mengemuka dalam diskusi Forum
Legislasi tentang RUU Keinsinyuran yang digelar di Gedung DPR, Jakarta,
Selasa (25/2). Hadir dalam acara forum legislasi tersebut, antara lain,
Ketua Pansus RUU Keinsinyuran DPR, Rully Chairul Azwar, Wakil Menteri
Pekerjaan Umum (PU) Hermanto Dardak, Ketua Umum Persatuan Insinyur
Indonesia (PII) Bobby Gafur Umar, dan Sekretaris Jenderal Persatuan
Insinyur Indonesia, Danang Parikesit.
Menurut Rully, ada beberapa alasan penting dalam pengesahan Rancang
Undang-Undang (RUU) Keinsinyuran menjadi UU, yaitu banyaknya insinyur
Indonesia yang lari ke luar
negeri karena kurang mendapatkan apresiasi di Indonesia, banyak
insinyur asing yang menguasai level menengah di banyak perusahaan negara
dan swasta, dan untuk meningkatkan nilai tambah bagi inovasi produk dan
siap ekspor.
Politisi dari Partai Golkar itu mengatakan, UU ini
merupakan inisiatif DPR, karena sudah diproses selama 15 tahun dan baru
sekarang ini bisa disahkan menjadi UU. “Menjadi inisiatif DPR karena
peningkatan pasar industri dan teknologi luar negeri yang luas biasa terutama dalam sepuluh tahun terakhir,” ujar Rully.
Selain itu lanjut Rully, perlu meningkatkan tenaga insinyur yang
terus menurun, adanya kerancuan antara kesarjanaan yang merupakan hasil
proses pendidikan dan keinsinyuran yang merupakan profesi pekerjaan,
banyak terjadi malpraktek yang dilakukan insinyur atau sarjana teknik
atau sarjana teknologi yang tidak kompeten, kemampuan riset dan
teknologi yang rendah, dan sedikitnya jumlah insinyur yang memiliki
kesetaraan kompetensi profesi internasional, sehingga daya saing SDM
nasional menjadi lemah.
Dalam UU Keinsinyuran ini, ruang lingkup disiplin teknik yang diatur adalah untuk kebumian dan energi.
Rekayasa sipil dan lingkungan terbangun, industri, konservasi dan
pengelolaan sumber daya alam, pertanian dan hasil pertanian, teknologi
kelautan dan perkapalan dan aeronotika dan astronotika.
Selain itu menyangkut pendidikan dan pelatihan teknik-teknologi,
penelitian, pengembangan, pengkajian dan komersialisasi, konsultansi,
rancang bangun, dan konstruksi, eksplorasi dan eksploitasi sumber daya mineral, penggalian, penanaman, pembangunan, dan sebagainya.
Sementara itu kata Hermanto Dardak, UU Keinsinyuran ini harus
memperhatikan kesehatan, keselamatan dan kualitas lingkungan, dengan
konsisten mendukung program pembangunan nasional, yang mempunyai nilai
tambah melalui penguasaan teknologi canggih. “Jadi, UU keinsinyuran ini
tak saja mengatur tanggung jawab teknik, melainkan juga tanggung jawab sosial dan lingkungan,” ujarnya.
Dengan demikian, lanjut Hermanto, maka insinyur mempunyai jenjang
karir yang jelas dengan kualifikasi tertentu, dan ada profesionalisme
berkelanjutan. Dan, dalam konteks global, insinyur Indonesia siap
menghadapi Asean Community, yang akan berlangsung mulai tahun 2015 mendatang.
Di tempat yang sama, Ketua Umum PII, Bobby
Gafur Umar menyatakan lahirnya UU tentang Keinsinyuran memberikan
tanggung jawab tersendiri bagi PII (Persatuan Insinyur Indonesia).
Pasalnya kata Bobby, dengan UU ini, harus dilakukan proses registrasi
insinyur dan pengembangan sumber daya manusia keinsinyuran di Indonesia.
Registrasi dan pengembangan sumber daya manusia tersebut menurut
Bobby sangat relevan sekali mengingat tahun 2015 merupakan tahun
dimulainya ASEAN Economic
Community yang harus dipandang sebagai kesempatan emas bagi insinyur
Indonesia untuk unjuk prestasi di kawasan ASEAN. “UU ini juga memberikan
kesetaraan hak, termasuk upah, bagi insinyur Indonesia terhadap
insinyur asing,” ujarnya.
Selama ini, kata Bobby, kompensasi bagi insinyur Indonesia lebih
rendah dibanding insinyur asing. “Padahal kompetensi yang dimiliki
setara,” tegasnya.
Selain itu, UU ini juga mengamanatkan pembentukan Dewan Insinyur
yang akan berada dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
“Melalui Peraturan Presiden, yang menjadi amanat UU ini, dalam waktu
satu tahun Presiden RI akan menetapkan Dewan Insinyur untuk membantu
pemerintah menyusun berbagai kebijakan keinsinyuran di Indonesia,”
katanya. (nt/sc), foto : hr/parle/andri*. Sumber : www.dpr.go.id