Sabtu, 30 Agustus 2014

UUD Keinsinyuran No : 11 Tahun 2014



Pengesahan RUU Keinsinyuran

Disahkannya Undang-Undang Keinsinyuran oleh pemerintah dan DPR bukanlah egoisme dari para insinyur Indonesia, akan tetapi UU itu merupakan salah satu kebutuhan bangsa Indonesia. Pasalnya, sumber daya alam bukan lagi sebagai faktor utama pemicu pertumbuhan ekonomi, akan tetapi knowledge yang didapat dari sumber daya manusia. Apalagi, insinyur dipandang sebagai profesi yang dapat memberikan nilai tambah dan inovasi terhadap segala jenis industri yang ada.

Demikian mengemuka dalam diskusi Forum Legislasi tentang RUU Keinsinyuran yang digelar di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (25/2). Hadir dalam acara forum legislasi tersebut, antara lain, Ketua Pansus RUU Keinsinyuran DPR, Rully Chairul Azwar, Wakil Menteri Pekerjaan Umum (PU) Hermanto Dardak, Ketua Umum Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Bobby Gafur Umar, dan Sekretaris Jenderal Persatuan Insinyur Indonesia, Danang Parikesit.

Menurut Rully, ada beberapa alasan penting dalam pengesahan Rancang Undang-Undang (RUU) Keinsinyuran menjadi UU, yaitu banyaknya insinyur Indonesia yang lari ke luar negeri karena kurang mendapatkan apresiasi di Indonesia, banyak insinyur asing yang menguasai level menengah di banyak perusahaan negara dan swasta, dan untuk meningkatkan nilai tambah bagi inovasi produk dan siap ekspor.

Politisi dari Partai Golkar itu mengatakan, UU ini merupakan inisiatif DPR, karena sudah diproses selama 15 tahun dan baru sekarang ini bisa disahkan menjadi UU. “Menjadi inisiatif DPR karena peningkatan pasar industri dan teknologi luar negeri yang luas biasa terutama dalam sepuluh tahun terakhir,” ujar Rully.

Selain itu lanjut Rully, perlu meningkatkan tenaga insinyur yang terus menurun, adanya kerancuan antara kesarjanaan yang merupakan hasil proses pendidikan dan keinsinyuran yang merupakan profesi pekerjaan, banyak terjadi malpraktek yang dilakukan insinyur atau sarjana teknik atau sarjana teknologi yang tidak kompeten, kemampuan riset dan teknologi yang rendah, dan sedikitnya jumlah insinyur yang memiliki kesetaraan kompetensi profesi internasional, sehingga daya saing SDM nasional menjadi lemah.

Dalam UU Keinsinyuran ini, ruang lingkup disiplin teknik yang diatur adalah untuk kebumian dan energi. Rekayasa sipil dan lingkungan terbangun, industri, konservasi dan pengelolaan sumber daya alam, pertanian dan hasil pertanian, teknologi kelautan dan perkapalan dan aeronotika dan astronotika.

Selain itu menyangkut pendidikan dan pelatihan teknik-teknologi, penelitian, pengembangan, pengkajian dan komersialisasi, konsultansi, rancang bangun, dan konstruksi, eksplorasi dan eksploitasi sumber daya mineral, penggalian, penanaman, pembangunan, dan sebagainya.

Sementara itu kata Hermanto Dardak, UU Keinsinyuran ini harus memperhatikan kesehatan, keselamatan dan kualitas lingkungan, dengan konsisten mendukung program pembangunan nasional, yang mempunyai nilai tambah melalui penguasaan teknologi canggih. “Jadi, UU keinsinyuran ini tak saja mengatur tanggung jawab teknik, melainkan juga tanggung jawab sosial dan lingkungan,” ujarnya.

Dengan demikian, lanjut Hermanto, maka insinyur mempunyai jenjang karir yang jelas dengan kualifikasi tertentu, dan ada profesionalisme berkelanjutan. Dan, dalam konteks global, insinyur Indonesia siap menghadapi Asean Community, yang akan berlangsung mulai tahun 2015 mendatang.

Di tempat yang sama, Ketua Umum PII, Bobby Gafur Umar menyatakan lahirnya UU tentang Keinsinyuran memberikan tanggung jawab tersendiri bagi PII (Persatuan Insinyur Indonesia). Pasalnya kata Bobby, dengan UU ini, harus dilakukan proses registrasi insinyur dan pengembangan sumber daya manusia keinsinyuran di Indonesia.

Registrasi dan pengembangan sumber daya manusia tersebut menurut Bobby sangat relevan sekali mengingat tahun 2015 merupakan tahun dimulainya ASEAN Economic Community yang harus dipandang sebagai kesempatan emas bagi insinyur Indonesia untuk unjuk prestasi di kawasan ASEAN. “UU ini juga memberikan kesetaraan hak, termasuk upah, bagi insinyur Indonesia terhadap insinyur asing,” ujarnya.

Selama ini, kata Bobby, kompensasi bagi insinyur Indonesia lebih rendah dibanding insinyur asing. “Padahal kompetensi yang dimiliki setara,” tegasnya.

Selain itu, UU ini juga mengamanatkan pembentukan Dewan Insinyur yang akan berada dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. “Melalui Peraturan Presiden, yang menjadi amanat UU ini, dalam waktu satu tahun Presiden RI akan menetapkan Dewan Insinyur untuk membantu pemerintah menyusun berbagai kebijakan keinsinyuran di Indonesia,” katanya. (nt/sc), foto : hr/parle/andri*. Sumber : www.dpr.go.id


 DPR-PII

    

Pengesahan RUU Keinsinyuran Ketua Pansus RUU Keinsinyuran Ir. Rully Chaerul Azwar, M.Si. (kiri) bersama Wamen Pekerjaan Umum Dr. Ir. Hermanto Dardak, M.Sc. (dua kanan), Ketua Umum Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Ir. Bobby Gafur Umar, M.BA. (dua kiri) dan Sekjen PII Prof. Dr. Ir. Danang Parikesit, M.Sc.(Eng) menjadi narasumber dalam Forum Legislasi RUU Keinsinyuran di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (25/2). DPR akhirnya mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Keinsinyuran menjadi Undang-Undang (UU) yang diharapkan untuk menjaga profesionalitas insinyur Indonesia yang berdaya saing internasional. (ANTARA FOTO/Dhoni Setiawan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar